Rabu, 23 Februari 2011

Pengaruh Lingkungan Kumuh Terhadap Perilaku

Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh yaitu perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan tradisi. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.

Masalah permukiman kumuh selalu menarik perhatian, karena dimensi kemanusiaan yang terkait padanya. Pemukiman ini sering diidentikkan dengan perkampungan orang miskin. Meskipun kita mengetahui bahwa konsepsi kemiskinan adalah relatif, tetapi paling tidak dapat dikatakan bahwa penghuni ini adalah mereka dari golongan berpenghasilan rendah.

Studi mengenai hubungan antara lingkungan buatan dan perilaku manusia, yang dalam penelitian ini memusatkan kajian pada lingkungan permukiman kumuh, telah memberikan sumbangan pemikiran berupa hasil penelitian di tiga lokasi permukiman kumuh di wilayah Jakarta Pusat, memberikan gambaran khusus mengenai hubungan lingkungan permukiman kumuh dan perilaku.

Perkelahian dan pencurian merupakan ciri kejahatan yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Hasil pengamatan justru memberi gambaran bahwa perjudian juga merupakan ciri perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan permukiman kumuh. Meskipun beberapa jenis kejahatan dan perilaku menyimpang menggambarkan salah satu ciri perilaku anggota masyarakat di lingkungan permukiman kumuh, untuk sementara hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan permukiman kumuh tidak berpengaruh terhadap tumbuhnya perilaku menyimpang. Dengan demikian, salah satu temuan penelitian dari Clinard dan Abbot tentang hubungan antara lingkungan permukiman kumuh dan tingginya angka kejahatan, tidak berlaku untuk kondisi lingkungan permukiman kumuh di Indonesia.

Dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode survai dan metode wawancara mendalam (depth-interview), diperoleh beberapa temuan penelitian berikut:
1. Tingkat kepedulian anggota masyarakat permukiman kumuh yang diukur dengan indikator tingkat intensitas hubungan antar warga, menunjukkan hasil bahwa semakin baik lingkungan permukiman kumuh, semakin tinggi tingkat kepedulian warganya.

2. Kondisi lingkungan permukiman kumuh ternyata tidak selalu identik dengan perikehidupan yang kurang harmonis, bahkan tidak pula identik dengan tempat tumbuhnya perilaku menyimpang.
Salah satu pendekatan teori psikologi lingkungan adalah teori arousal atau pembangkit (arousal theory). Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat keterbangkitan adalah dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).

Mandler (dalam Hardy dan Hayes, 1985) menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Madler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah seperti dikemukakan tadi yang menyebabkan kebangkitan (arousal) dan menimbulkan pengalaman emosional.