Selasa, 10 Mei 2011

STRES LINGKUNGAN

STRES LINGKUNGAN


A. Pengertian Stres


Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,

Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati, 1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penling tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).


1. Penggolongan Stres

Selye (dalam Rice, 1992) menggolongkan stres menjadi 2 golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya :

a. Distress (stres negatif)

Selye menyebutkan distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindari.

b. Eustress ( stres postif)

Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson (dalam Rice, 1992) mengemukakan frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performasi individu. Eustress dapat juga meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

2. Sumber Stres (Stressor)

Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan stressor. Iatilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (Rice, 1992). Situasi, kejadian, atau objek apapun menimbulkan tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi psikologis ini disebut stressor (Berry, 1998). Stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik, seperi polusi udara dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial, sperti interaksi sosial. Pikiran atau perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.

Lazarus & Cohen (dalam Berry, 1998) mengklasifikasikan stressor ke dalam tiga kategori, yaitu :
1) Cataclysmic events
Fenomena besar atau tiba-tiba, kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam.

2) Personal stressors
Kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga.

3) Background stressor
Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.

Dalam konteks lingkungan binaan, maka stres dapat muncul jika lingkungan fisik dan rancangan secara langsung atau tidak langsung menghambat tujuan penghuni, dan jika rancangan lingkungannya membatasi strategi untuk mengatasi hambatan terseubut, maka hal ini merupakan sumber stres (Zimring, dalam Prawitasari, 1989).

3. Reaksi Terhadap Stres

a. Aspek Biologis

Walter Canon (dalam Sarafino, 1994) memberikan deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebut reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila arousal yang tinggi terus menerus mencul dapat membahayakan kesehatan individu.

b. Aspek Psikologis

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi :

1) Kognisi

Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif (Cohen dkk dalam sarafino, 1994). Stressor berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit kognitif pada anak-anak (Cohen dalam Sarafino, 1994). Kognisi dapat juga berpengaruh dalam stres. Baum (dalam Sarafino, 1994) mengatakan bahwa individu yang terus menerus memikirkan stresor dapat menimbulkan stres yang lebih parah terhadap stressor.

2) Emosi

Emosi cenderung terkait dalam stres. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat mempengaruuhi stres dan pengalaman emosional (Maslach, Schachter & Singer, Scherer dalam Sarafino, 1994). Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa amarah (Sarafino, 1994).

3) Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 1994). Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan (Sherif & Sherif dalam Sarafino, 1994). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein & Wilson dalam Sarafino, 1994). Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu (Cohen & Spacapan dalam Sarafino, 1994).


B. Kaitan Stres Dengan Psikologi Lingkungan

Teori stress lingkungan pada dasarnya merupakan aplikasi teori stress dalam lingkungan. Berdasarkan model input proses output, maka ada 3 pendekatan dalam stress, yaitu : stress bagi stressor, stress sebagai respon atau reaksi, dan stress sebagai proses. Oleh karenanya, stress terdiri atas 3 komponen, yaitu stressor, proses, dan respon. Stressor merupakan sumber atau stimulus yang mengancam kesejahteraan seseorang, misalnya suara bising, panas atau kepadatan tinggi. Respon stress adalah reaksi yang melibatkan komponen emosional, pikiran, fisiologis dan perilaku. Proses merupakan proses transaksi antara stressor dengan kapasitas dengan kapasitas diri.

Dalam kaitannnya dengan stress lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stress atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja, tetapi bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.

Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stres psikologis, Zimring (dalam Prawitasari, 1989) mengajukan duan pengandaian. Yang pertama, stres dihasilkan oleh proses dinamika ketika orang berusaha mempeoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu. Cara penyesuaian atau pengatasan masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam.

Pengandaian kedua adalah bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stres psikologis yang disebabkan oelh lingkungan binaan. Misalnya, perkantoran, status, anggapan tentang kontrol, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stres atau tidak.

Stres yang diakibatkan oleh kepadatan dalam ruang dengan penilaian kognitif akan mengakibatkan denyut jantung bertambah tinggi dan tekanan darah naik, sebagai reaksi stiimulus yang tidak diinginkan. Dengan kondisi tersebut, maka seseorang yang berusaha mengatasi situasi stres akan memasuki tahapan kelelahan karena energinya telah banyak digunakan untuk mengatasi situasi stres. Dalam berbagai kasus, stimulus yang tidak menyenangkan tersebut muncul berkali-kali, sehingga reaksi terhadap stres menjadi berkurang dan melemah. Proses ini secara psikologis dikatakan sebagai adaptasi.

Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mengartikan stres lingkungan dalam tiga faktor, yaitu :
1) Stresor fisik (misalnya : suara)
2) Penerimaan individu terhadap stresor yang dianggap sebagai ancaman
3) Dampak stresor pada organisme (damapk fisiologis)


C. Apakah stres bisa mempengaruhi individu dalam lingkungan, bagaimana hal itu bisa terjadi??

Lingkungan sangat mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir manusia. Dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dan tergantung dengan lingkungan. Keadaan lingkungan yang kondusif akan membuat manusia nyaman dan selalu dalam keadaan homeostasis. Namun, lingkungan terkadang memberikan efek negatif pada manusia yang dapat menyebabkan stress. Stress tidak dapat dihindarkan. Namun demikian, dengan memahami stressor dan stress itu sendiri, kita dapat meminimalkan stress yang tidak diperlukan, dan membuat diri kita lebih sehat, baik secara fisik, maupun mental. Untuk itulah kita perlu belajar untuk hidup bersama dengan stress. Beberapa upaya yang dapat dilakukan manusia untuk meminimalisasikan munculnya stress antara lain dengan beristirahat cukup, berolahraga teratur, rekreasi, menjaga menu dan pola makan. Namun, apabila telah terjadi stress, maka dapat ditanggulangi dengan cara coping yaitu dengan coping masalah dan coping emosi.

Stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional. Di dalam proses hubungan ini termasuk juga proses penyesuaian. (Bart Smet, 1994 : 111).

Dalam konteks stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, stres tidak dipandang sebagai stimulus maupun sebagai respon saja, tetapi juga suatu proses di mana individu juga merupakan pengantara (agent) yang aktif, yang dapat mempengaruhi stressor melalui strategi perilaku kognitif dan emosional.

Konsepsi di atas dapat diperjelas berdasarkan kenyataan yang ada. Misalnya saja stressor yang sama ditanggapi berbeda-beda oleh beberapa individu. Individu yang satu mungkin mengalami stres berat, yang lainnya mengalami stres ringan, dan yang lain lagi mungkin tidak mengalami stres. Bisa juga terjadi individu memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang sama.


Contoh dalam kehidupan sehari-hari :
1) Bangunan yang tidak memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial akan merupakan sumber stres bagi penghuninya. Apabila perumahan tidak memperhatikan kenyamanan penghuni, misalnya pengaturan udara yang tidaka memadai, maka penghuni tidak dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman. Akibatnya, penghuni seringkali lelah dan tidak dapat bekerja secara efektif dan ini akan memmpengaruhi kesejahteraan fisik maupun mentalnya.

2) Pembangunan perumahan yang tidak menyediakan tempat umum dimana para warga dapat berinteraksi satu sama lain akan membuat mereka sulit berhubungan satu sama lain. Atau perumahan yang tidak memperhatikan ruang pribadi masing-masing anggotanya merupakan sumber stres bagi penghuninya (Zimring dala Prawitasari, 1989).


SUMBER :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/arsitektur_psikologi_dan_masyarakat/bab4_stres_stres_lingkungan_dan_coping_behavior.pdf

http://docs.google.com/elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab7-stres_lingkungan.pdf+kaitan+stress+dengan+psikologi+lingkungan

Fadilla Helmi, Avin. (1999). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf. 9 Mei 2011.

Nurhendari, Siti. (2007). Pengaruh Stres Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian produksi. http://eprints.undip.ac.id/13931/1/D2D00239_SITI_NURHENDARi.pdf. 9 Mei 2011.