Senin, 29 Maret 2010

GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF

Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasif (pervasif developmental disorder/PDDs) menunjukan hendaknya perilaku atau fungsi pada berbagai area perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Gangguan ini umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM. Keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip.

-Fokus kita disini nanti adalah Gangguan Autis (Autisme).
-Gangguan Asperger (Asperger’s disorder) ditunjukan dengan adanya deficit pada

Interaksi sosial dan perilaku stereotip. Gangguan Asperger tidak melibatkan deficit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan kognitif (APA,2000;Szatmari dkk 2000).

Type gangguan perkembangan pervasif yang lebih jarang muncul, mencakup
- Gangguan Rett (Rett’s disorder), gangguan yang dilaporkan hanya terjadi pada wanita
- Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak (childhood disintegrative disorder), kondisi yang jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki.

Sumber : http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-perkembangan-pervasif.html



Apa Itu Autisme??

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autisme (autism), atau gangguan austistik, adalah salah satu gangguan terparah di masa kanak-kanak. Bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup.

Autisme berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti “self.” Pertama kali digunakan tahun 1906 oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler, untuk merujuk pada gaya berpikir yang aneh pada penderita skizofrenia. Cara berfikir autistic adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Seolah-olah mereka hidup dalam dunia mereka sendiri, menutup diri dari setiap masukan dunia luar.

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penderita autisme mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).

Pemakaian istilah autisme kepada penderita diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penderita yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.

Sumber : http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-perkembangan-pervasif.html



Angka Kejadian Kasus Autisme…

Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak, serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.

Jumlah anak yang terkena autisma makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisma. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.

Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belunm diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakanjumlah anak austime dapat mencapai 150 --200 ribu orang.

Penelitian Deb & Prasad, 1994 di Skotlandia menemukan bahwa dikalangan anak-anak dengan gangguan belahjar prevalensi autisma mencapai 14,3% dan di anatara usia sekolah prevalensinya 9 per 10.000. Penderita di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan dan angka kejadian dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat.


Apa Saja Gejala-Gejala Dari Autisme
??

Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak usia dini. Karena umumnya gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Hanya kebanyakan orangtua kurang aware dengan gejala yang timbul pada anaknya hingga usia empat tahun.

Padahal pada usia tersebut, anak sudah larut dengan dunianya sendiri sehingga tidak bisa berkomunikasi dan berinterkasi dengan teman-teman dan lingkungannya. Ketika kondisi tersebut terlambat diketahui, maka langkah utama yang harus dilakukan ialah memfokuskan kelebihan anak di bidang tertentu yang dikuasainya.
• Gangguan dalam komunikasi verbal dan nonverbal
 Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
 Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
 Kadang bicara monoton seperti robot
 Mimik muka datar
 Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.

• Gangguan dalam interksi social
 Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
 Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
 Bila didekati untuk bermain justru menjauh
 Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun.

• Gangguan dalam persaan dan emosi

 Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya
 Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
 Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif.


Penyebab Autisme…

Penyebab autisme belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.

Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada factor psikologis saja.
Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks.

Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak .

Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak , antara lain ; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus.


Autis Pada Bayi…

Kebanyakan orangtua mengetahui gejala-gejala karakter yang berbeda terhadap anak-anaknya pada usia anak 1 sampai 3 tahun. Pada kasus-kasus tertentu ada beberapa orangtua yang dapat mengenai gejala tersebut lebih dini pada masa pertumbuhan bayi/anak.

Gejala-gejala seperti misalnya bayi tidak menangis bila ditinggal sendirian, menunjukkan kegelisahan yang sangat bila berhadapan dengan orang asing bagi dirinya, berceloteh sendiran, menggunakan bahasa isyarat seperti misalnya bertepuk tangan, menunjukkan tangan, sangat menikmati permainan dan asyik bermain sendirian—semua tanda yang menyerupai karakteristik bayi.

Tidak ada satu orangtuapun yang dapat mengenali bayi mereka akan terjadinya gejala Autis pada bayi mereka, karena bagi para orangtua bayi mereka merupakan malaikat kecil. Tetapi dari beberapa pakar Kesehatan terlebih khusus terhadap Kesehatan Mental memberikan beberapa informasi bagaimana cara mengenali bayi dengan indikasi dini yang dapat dijadikan sebagai petunjuk gejala Bayi Autis;
• tidak berceloteh, menunjuk, atau melakukan bahasa isyarat pada masa usia 1 tahun
• tidak dapat bicara satu katapun sampai dengan masa usia 7 bulan
• tidak dapat mengkombinasikan 2 kata dalam masa usia 2 tahun
• tidak menanggapi bila namanya dipanggil
• tidak bisa berkomunikasi dan beradaptasi
• selalu menghindari kontak mata
• tidak mengetahui cara menggunakan mainan anak-anak
• menyusun mainan atau objek lainnya dalam satu susunan secara berlebihan
• terpaku hanya pada satu mainan atau objek
• tidak pernah tersenyum
• terkadang melakukan tindakan merusak

Sumber : www.ibudananak.com



Bagaimana Mendiagnosis Autisme??


Menegakkan diagnosis autisme memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Diagnosa yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autism yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.

Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autisme.

Dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan dan wawasan mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.

Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.

Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autisme dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat.



Cara Mendeteksi Dini Gejala Autisme


Untuk menentukan seorang anak Autisme/bukan, tidaklah mudah, perlu tes-tes tertentu juga pengamatan yang teliti, tidak semua anak hiperaktif menderita Autisme, gejala autis pun tidak semuanya Hiperaktif.

Menurut ICD 10/DSM IV seorang anak mengalami autis bi ditemukan kelainan pada perilaku, komunikasi interaksi sosial ditambah dengan kelainan sensorik tertentu. Autisme banyak diderita anak laki-laki dari pada anak perempuan. Biasanya kelainan ini timbul saat anak berusia 2-4 thn, ada yang dari awal sudah timbul gejala autis tapi ada juga seorang anak yang mula-mula normal lalu saat umur 2-4 thn lalu drop tiba-tiba, dan muncul gejala autis. Penyeba autis sampai saat ini belum diketahui. Infeksi TORCH (Toxoplasm Rubella, Cito Megalovirus dan Herpes Zoster ) salah satu penyebab infeksi masa kehamilan dan biasanya menyebabkan kelainan pac otak yang berat. Yang perlu diketahui masyarakat awam bahwa Autis bisa disembuhkan asal rajin dan telaten mengawasi anak tersebu Adapun cara mendeteksi dininya dengan cara mengamati anak:
Tahun Pertama
Ada sejumlah kemampuan utama yang umumnya dicapai anak anak dalam usia setahun. Antara lain: berdiri dengan bantuan orangtua merangkak, mengucapka sebuah kata sederhana, menggerakkan tangan "dah-dah" (selamat tinggal), tepuk tangan atau gerak sederhana lainnya. Jika anak tidak dapat melakukan kemampuan ini, tidak berarti itu gejala autisme. Ia dapat saja mencapai kemampuan itu nanti. Namun tak ada salahnya untu waspada dan segera periksakan jika anak tak mencapai satupu kemampuan umum diatas.

Tahun Kedua

Gejala autisme terlihat lebih jelas jika anak tidak tertarik pada ana atau orang lain, jarang menatap atau tidak terjadi kontak mata tidak menunjuk atau melihat pada obyek yang diinginkan, tak dapst mengucapkan dua patah kata, kehilangan kata-kata yang sebelumnya ia kuasai, mengulang-ulang gerakan seperti menggoyangkan tanga atau mengayunkan tubuh kedepan-kebelakang, tidak bermain atau berpura-pura menjadi sesuatu, sering berjalan berjinjit.

Tahun Ketiga-Kelima
Gejala autisme setelah tahun kedua, semua yang terjadi pada tahun sebelumnya diatas dengan tambahan: terobsesi oleh suatu objek tertentu seperti mainan atau gam sangat tertarik dengan suatu rutinitas, susunan atau keteraturan benda, sangat marah jika keteraturan atau susunan benda terganggu, sensitive terhadap suara keras yang tidak mengganggu anak lainnya, sensitive terhadap sentuhan orang lain seperti tak suka dipeluk.

Sumber : http://www.rsudulin.com


Terapi Anak Autis, Lakukan Sedini Mungkin…

Banyak orang yang menyebut gangguan autis tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa disembuhkan sedikit lewat berbagai terapi. Namun terapi yang dilakukan sedini mungkin, yakni saat anak berusia 18 bulan, ternyata menunjukkan perkembangan yang pesat. Bahkan, pada anak autis ringan, tingkat kecerdasannya bisa sama dengan anak normal.

Mencurigai adanya gejala autisme memang tidak mudah. Untuk bisa melakukan diagnosa yang tepat tentu dibutuhkan ketajaman dan pengalaman klinis. Namun para ahli menyarankan agar orangtua tidak mengabaikan setiap gejala austis yang muncul pada anak.

Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 48 anak di Amerika Serikat menunjukkan, terapi perilaku yang diterima anak saat berusia 18 bulan selama 2 tahun menunjukkan perkembangan yang pesat. Anak-anak berusia 18-30 bulan tersebut secara acak menerima terapi "Early Start Denver" dan sisanya menerima terapi yang kurang komperhensif.

Terapi yang disebut Early Start Denver itu difokuskan untuk mengembangkan kemampuan interaksi sosial dan komunikasi anak. Misalnya saja, terapis atau orangtua secara berulang mendekatkan mainan di dekat wajah anak untuk merangsang anak melakukan kontak mata. Atau, orangtua memberi hadiah bila anak menggunakan kata saat meminta mainan.

Anak-anak tersebut melakukan terapi selama 4 jam, lima hari dalam seminggu, ditambah minimal 5 jam terapi pada akhir pekan dari orangtuanya. Setelah dua tahun, tingkat kecerdasan (IQ) anak-anak itu rata-rata naik 18 poin dibandingkan dengan anak dari kelompok terapi lain.

Sumber: http://kesehatan.kompas.com



Penanganan Tepat pada Anak Autisme


Kunci sukses untuk membantu para orangtua atau keluarga agar penderita autis dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, maka seluruh anggota keluarga harus turut langsung membantu para penderita ini berusaha melakukan hal itu.

Menurut dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K), pakar autis indonesia, beberapa keganjalan yang sering dilakukan oleh penderita autis dapat dibantu dengan melakukan empat macam terapi. Saat ini sudah terdapat beberapa terapi bagi penderita autis, baik itu terapi perilaku - ABA, terapi sensori integrasi, terapi okupasi, terapi wicara maupun terapi tambahan seperti terapi musik, AIT, Dolphin Assisted Therapy.

Terapi perilaku - ABA merupakan terapi gentak untuk memperbaiki perilaku anak autis yang sering menyimpang. Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah bersuara keras saat memberikan perintah pada anak. Kalau anak tidak mau melakukan apa yang diperintahkan, maka harus mengagetkan mereka.

Terapi sensori integrasi, sambungnya, khusus ditujukan pada fungsi biologis otak. Sehingga otak melakukan segala sesuatu dengan benar. Sementara itu, terapi okupasi dilakukan untuk memperbaiki aktivitas penderita autis. Selain itu ada juga terapi wicara yang dilakukan untuk membantu penderita autis yang mengalami gangguan bicara agar bisa berbicara kembali.

Ternyata agar anak autis dapat kembali di tengah-tengah keluarganya, tak hanya langkah terapi saja yang dilakukan. Pemberian nutrisi tepat bagi penyandang autis juga harus diperhatikan. Karena pada beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi terhadap makanan tertentu.

Menurut ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah Syarief, AMG, StiP, orang tua perlu memerhatikan beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari seperti makanan yang mengandung gluten (tepung terigu), permen, sirip, dan makanan siap saji yang mengandung pengawet, serta bahan tambahan makanan.

"Penderita autis umumnya mengalami masalah pencernaan terutama makanan yang mengandung casein (protein susu) dan gluten (protein tepung).
Selain asupan makanan yang tepat, suplementasi pun perlu diberikan pada pasien autis mengingat adanya gangguan metabolisme penyerapan zat gizi (lactose intolerance) dan gangguan cerna yang diakibatkan karena konsumsi antibiotik dengan pemberian sinbiotic (kombinasi Sun Hope probiotik dan enzymes sebagai prebiotik).

Meski suplemen penting diberikan pada penderita autis, hal yang paling tepat dilakukan adalah memberikan pengaturan nutrisi yang tepat. Ketika makanan tidak tepat masuk ke dalam tubuh, maka akan masuk ke usus halus dan tidak tercerna dengan baik. Akhirnya makanan tersebut keluar melalui urin, karena material tersebut sifatnya toxic (racun) sehingga terserap ke otak. Hal tersebut menyebabkan anak autis semakin hiperaktif.

Tak hanya itu saja, untuk membantu mengurangi gejala hiperaktif dan membantu meningkatkan konsentrasi dan perbaikan perilaku, suplementasi omega 3 yang terdapat pada Sun Hope Deep Sea dapat dijadikan alternatif.
Sumber : http://lifestyle.okezone.com


Terapi Musik untuk Bangkitkan Konsentrasi Anak Autis

Salah satu metode untuk menangani anak autis yakni memberikan pelajaran musik untuk menggugah konsentrasi mereka. Ada dua tahapan pembelajaran musik anak autis, yakni tahap dasar dan lanjutan.

Pada tahap dasar, anak autis cukup diberikan pengenalan nada saja, misalnya suara ketukan maupun bunyi-bunyian alat musik seperti drum. Setelah mengenal nada dasar, kemudian siswa masuk tahap lanjutan dengan diberikan musik yang lebih beralur seperti piano. Untuk sampai pada tahap lanjutan, tergantung keseriusan serta daya tangkap masing-masing anak autis.

Selain itu, peranan orangtua juga menjadi faktor penentu keberhasilan anak autis menjalani hidup, baik dari pola kehidupan sehari-hari siswa maupun ritme belajar yang dilakukan kepada anak autis di rumah. "Jam tidur juga harus dijaga. Perhatian orangtua dituntut bisa mengendalikan pola hidup anaknya. Kalau tidak, konsentrasinya bisa bubar.

Dengan belajar musik, anak autis bisa menemukan konsentrasinya. Nada dan ketukan musik yang keluar dari piano dan drum mampu menembus arah pikirannya.

Seperti yang dilakukan Milka Rizki Bramasto (6), salah seorang siswa Gita Nada Persada. Dia begitu tenang saat jemarinya menari di atas tuts piano meski suaranya tidak beraturan. Maklum, Milka hanya bisa memainkan tiga tangga nada piano, yakni do, re, dan mi. Namun, dengan bermain musik, dia sedikit bisa mengatur konsentrasi yang ada di pikirannya. Ketukan nada yang keluar dari piano mampu menggugah daya ingat serta fokus seorang anak yang menderita autis. Sesekali, Milka bertingkah berlebihan dengan memukul badan piano. Reaksi yang berlebihan seperti itu sering dilakukan anak autis. Apa yang mereka inginkan juga harus segera terwujud.

Sumber : http://lifestyle.okezone.com/read/2008/01/21/terapi-musik-untuk-bangkitkan-konsentrasi-anak-autis.